Allahumma shoyyiban naafi'an.
Allah, terima kasih untuk hujan pertama di bulan ketiga
2019.
Salam
kenal, saya mahasiswa tingkat akhir, deadliner 4.0, yang malam itu masih sibuk
merapihkan data yang akan dikonsulkan esok paginya. Which is, besok paginya ada
jadwal jogging dan senam bersama dosen yang akan saya ajak konsultasi. Malam
itu, data harus selesai. Meski bersisa seorang diri, the show must go on! Satu
per satu teman-teman pulang, saya hanya ditemani spotify dan kopi tugu jawa.
Tau-tau jam di laptop sudah menunjukkan 11.20 malam, terdengar sayup suara
geluduk di luar. Saya lepas headset, dan ternyata hujan deras. Perasaan sudah
gak enak, akhirnya saya mengakhiri kerja malam itu.
Beranjak
pulang. Menerobos hujan dramaga. Hujan pertama di bulan maret. Hujan yang
seakan Allah turunkan untuk menghapus lelah dan baper.
Malam
itu, saya berjalan di tengah hujan, angin, kilat, dan geluduk yang
bersahut-sahutan. Dalam sendiri, di bawah payung itu banyak sekali pikiran
berkelebatan di kepala. Rasa syukur. Itulah yang jelas sekali saya pikirkan.
Rasanya ingin banget menangis ketika tengah malam masih ada di luar rumah.
Jauhnya ratusan kilometer dari orang tua. Namun berkat hujan itu, saya paham
betul bagaimana dulu ayah kerja di saat yang lain tidur. Tak pernah saya dengar
ayah mengeluh, menangis karena baper, maka saya menjadi lebih bersyukur. Terus
berjalan menerobos satu demi satu masalah tanpa perlu mengeluh.
Hampir
tengah malam, hujan semakin deras di jalan babakan tengah. Pernah gak sih,
melihat indahnya hujan malam hari? Let me describe it. Malam yang syahdu,
rintik deras hujan itu nampak sangat indah dibias lampu jalan yang juga
memunculkan lingkaran halo berwarna pelangi, dengan background kilat dan
backsound geluduk. Ia seperti hendak bicara "jangan sedih, kamu gak
sendirian. Ada jutaan rintik hujan yang menemani perjalananmu" . Ia
mengingatkanku pada sebuah nasihat, bahwa jika Allah memberimu ujian berarti
Allah percaya hanya kamu yang bisa melewatinya. Berbahagialah bahwa Allah
mempercayaimu. Tersenyumlah bahwa Allah ingin kamu naik kelas.
Langkah
sudah tiba di babakan lebak. Hujan sedikit reda. Saya menyibak payung. Ingin
merasakan sejuknya hujan yang Allah turunkan malam itu. Saya singkirkan payung,
lalu menengadahkan kepala, melihat rintik hujan di bawah lampu jalan.
MasyaaAllah indahnya. Buat saya, hujan adalah energi. Ia menyalurkan kesejukan
ke dalam hati, untuk membuat saya lebih kuat. Lupakan dulu sepatu, rok, dan tas
yang basah. Lihatlah betapa indahnya hujan pertama di bulan ketiga 2019. Bulan
perjuangan. Entah menuju apa, saya juga penasaran. Saya ingin tau apa yang
sebetulnya Allah siapkan.
Hujan
malam itu. Jika kita berjumpa lagi, aku akan bisikkan betapa bahagianya
mahasiswa tingkat akhir ini, si deadliner dalam segala hal, karena berhasil
mengalahkan keluhan dengan rasa syukurnya. Mengalahkan lelah dengan senyumnya.
Mengalahkan rasa takut dengan mengingat Rabb-nya.
Dramagon,
1st March 2019
Tag :
refamorfosis
0 Komentar untuk "Hujan Untukku"