Pada lab meeting di suatu siang, Ibu (pembimbing) saya melempar kata dengan nada bercanda "Tuh, saya mati-matian ngebelain kamu lho kemarin" pada seorang mahasiswa S3 yang sedang di ujung tanduk. Lantas kami tertawa. Ibu melanjutkan, "Eh giliran kamu besok Ref, saya ditanya2 sama pihak beasiswa kamu. Trus kalau mereka tanya kapan kamu lulus, saya jawab gimana?" Saya hanya nyengir dan cuma bilang "Emmm, yaa saya juga gak tau Bu, gimana cara jawabnya, hehe" seisi ruangan tertawa, termasuk Ibu. Saya pun ikut riuh dalam tawa siang itu.
Tawa yang entah, apa yang kami tertawakan? Pada mahasiswa S3 yang kehabisan waktu studi, seharusnya panik menjelang bulan Agustus. Pada saya yang juga dikejar deadline, seharusnya pucat tiap hari ngelab like a crazy. Pada Ibu pembimbing tercinta, seharusnya pusing memikirkan mahasiswa di ujung tanduknya ini, yang juga suka hilang2an entah ke mana, yang suka datang dan pergi. Tapi siang itu dan hari-hari lainnya.. mengapa kami tertawa?
Lalu perlahan saya mengamati, apakah kami sedang bahagia saat tertawa? Ternyata, berbahagia itu bukan soal waktu. Namun soal kelapangan hati. Saya ikut menemani perjuangan mahasiswa S3 itu. Luar biasa, pekerjaannya bisa dikatakan 5x lebih banyak dari yang saya kerjakan. Anak-anak dan suami pun sering ditinggalkannya, menyeimbangkan diri antara rumah tangga dan amanah negara (tugas belajar). Tapi setiap malam saya menemani beliau, kayaknya sih enjoy aja tuh. Jarang sekali dengar beliau mengeluh. Stres pasti, tapi berbahagia adalah pilihan. Beliau memilih menikmati proses yang sedang dijalani.
Berbahagia adalah pilihan. Inilah bentuk syukur pada Allah.
Eh gimana? Dalam kesulitan tetep bahagia? Iya, karena mungkin bagi sebagian orang yang pandai bersyukur, kesulitan itu adalah tantangan dan ujian bagi mereka untuk bisa naik kelas ke level yang lebih tinggi. Kesulitan adalah fase hidup yang diyakini bahwa akan membawanya pada situasi yang lebih baik. Pandangan orang bersyukur itu luas dan jauh ke depan. Yaa, kalau hanya melihat kesulitannya saja pasti akan menciptakan keluhan-keluhan tak ada habisnya. Tapi lihatlah apa yang sekiranya bisa kita capai seusai ujian itu.
Ujian adalah investasi untuk masa depan hingga akhirat. Sikap seorang muslim menghadapi ujian, inilah nilai kita di mata Allah. Apakah lari dari ujian? Ambil jalan pintas dengan yang tidak halal? Ataukah berbahagia (bersyukur) dan khusnudzon pada Allah?
Sekali lagi, berbahagia adalah pilihan. Hidup boleh susah, namun berbahagialah.. karena Allah tidak pernah salah menempatkan diri kita. Percayalah, rencana-Nya adalah sempurna. Jika Allah saja sudah percaya bahwa kita bisa, masa' kita yang gak percaya diri?
Tag :
refamorfosis
0 Komentar untuk "Berbahagia"