Akan ada pelajaran dari setiap perjalanan, jika kita mau belajar. Selain belajar tentang budaya keluarga Jepang selama homestay, ada hikmah lain yang saya petik selama perjalanan di Fukuoka. Ada satu hal yang saya syukuri saat itu, bahkan ketika menjadi minoritas, harus menjelaskan tentang jilbab, makanan halal, dan tenang shalat... semua memang tidak mudah, tapi inilah yang membedakan diri seorang muslim; setiap perjalanan bukan hanya bisa menambah pengalaman, tapi juga keimanan. Ini adalah intro untuk mengantarkan kita pada subjudul ketiga pengalaman homestay di Asakura; Jangan Lupa Shalat.
Jangan Lupa Shalat
Di antara banyak part cerita selama di Asakura, shalat adalah salah satu yang tidak bisa saya lupakan.
Saat itu, masih winter di Asakura. Waktu subuh sekitar pukul setengah enam pagi. Pukul 5.30, langit masih gelap dan belum terdengar aktivitas anggota keluarga lainnya. Kebetulan saat itu saya shalat sendiri. Alhamdulillah, semalam saya sudah menjelaskan panjang lebar bahwa saya harus shalat 5x sehari, berikut jam-jamnya, termasuk saya perlu wudhu. Btw, untuk menjelaskan ini saya harus berusaha keras dengan berbagai gaya agar Otou san dan Okaa san paham. Akhirnya mereka menjelaskan cara menyalakan pemanas air, karena pasti belum ada yang bangun untuk menyalakannya, suasana rumah masih serba gelap saat subuh. Oke, saya shalat subuh sendiri.
So far so good sampai suatu waktu temen saya bilang "Ref, Okaa san tadi kelihatannya sedih" "hah, kenapa?" "soalnya mau lihat refa solat isya tapi kelewatan" lalu saya ketawa sambil keheranan. Hah, mau liat saya sholat? Akhirnya saya bilang ke beliau. "Okaa san, do you wanna see me praying? maybe today around 8 pm" Oke semua clear dan Okaa san nampak sudah hepi lagi.
Masak untuk keluarga homestay |
Malam ini, Okaa san mengundang tetangganya untuk makan malam di rumah. Ada lima anggota keluarga tetangga yang hadir saat itu. Kami sudah deal dengan Okaa san bahwa kami yang akan memasak untuk makan malam. Sorenya kami belanja di Aeon (Iya, ada Aeon dong di kampung, hahaha) untuk membeli bahan-bahan nasi goreng dan campuran mi goreng. Ini bukannya kami ga bisa masak ya, tapi memang dua menu itu yang bikin mereka penasaran *halah, alesan*. Bagaimana rasanya? They said it was too spicy, padahal kami hanya pakai cabai tanpa biji. Iya, orang Jepang memang lidahnya tidak cocok dengan pedas, bahkan indomie goreng original pun masih terasa pedas untuk mereka.
Sekitar jam 7, tetangga kami sudah tiba di rumah. Kami ngobrol dan makan-makan seperti biasa. Lalu tibalah masuk waktu isya, saya ijin ke Okaa san, bahwa saya mau sholat isya dulu. Teman saya lalu mengingatkan Okaa san "Okaa san, katanya mau lihat refa sholat?"
Selesai wudhu, saya ke kamar dan bersiap shalat. Saat sudah berdiri rapih bersiap baca niat, tiba-tiba segerombol orang mendatangi kamar tempat saya shalat. Saya nyengir-nyengir kebingungan, what on earth was going on? Okaa san, Otou san, teman-teman saya dan semua tetangga yang tadi di ruang tengah, semua pindah ke kamar dan mau nonton saya shalat isya. Ya Allah, pingin ketawa tapi terharu juga. Hikss. Oke, saya mulai shalat. Suasana tetiba saaaaangat hening dan khusyuk meskipun banyak orang. Malam itu, adalah isya yang sangat berbeda. Bukan karena ditonton orang banyak kayak mau ujian praktik mata pelajaran Agama Islam, tapi saya berdoa pada Allah, semoga malam itu menjadi salah satu jalan hidayah bagi dua keluarga itu. MasyaaAllah.
Setelah salam kanan dan kiri, saya mengucap Hamdalah, lalu duduk nengok ke arah penonton selayaknya imam masjid yang hendak mau kasih tausiyah usai sholat berjamaah. Saat itu, saya menjelaskan sebisanya kepada penonton tentang mukena yang saya pakai, apa yang saya baca dan apa arti gerakan shalat. Okaa san tampak sangat bahagia dan terharu, beliau juga sempat mengambil video selama saya shalat.
Farewell
Memikirkan Bogor saja sudah bikin sesak, apalagi kembali ke kota itu. Hiks. Sama halnya ketika harus berpisah dari Asakura dan kembali ke Dramaga. At last, we ended up saying farewell. Di kamar beralas tatami, hari terakhir di rumah itu, kami mencari-cari ide untuk ngasih sesuatu selain omiyage yang sudah kami serahkan saat pertama datang ke rumah. Akhirnya, bermodal notebook kosong yang baru saya beli di DIY Bogor, dan lem kertas yang juga minta sama Otou san, akhirnya kami bikin album foto. Sebelum berangkat ke Jepang, kami memang disarankan mencetak beberapa foto untuk diceritakan ke keluarga homestay. Berhubung kami sudah cerita tentang Indonesia pada Otou san dengan bantuan guguru maps, akhirnya kami bikin album foto. Isinya adalah foto-foto kami selama di Indonesia, kesan-pesan, surat cinta, dan macem-macem yang ingin disampaikan lewat tulisan kepada keluarga kami di Asakura.
Farewell with Okaa san |
Malam hari sebelum pulang, Onii san, anak laki-laki Okaa san memberi kami oleh-oleh, yaitu snack anak-anak. Memang tidak seberapa, tapi kami tau betapa sibuk Onii san dan masih sempat-sempatnya memikirkan kami. hikss terharu. Okaa san mengantar kami menuju meeting point acara farewell bersama keluarga dan peserta homestay lain di Asakura. Siang itu, Alhamdulillah kami ditemani hujan salju yang cukup lebat.
Di sebuah panti jompo yang gedung dan fasilitasnya kayak rumah sakit kelas satu di Indonesia itu, kami melaksanakan acara farewell. Ada satu momen ketika saya terharu banget, yaitu saat tim teater Enjuku menyanyikan lagu sakura mereka, dan mengajak kami semua untuk nyanyi dan nari "Dancing Indonesia" *btw liat yutup Enjuku deh, keren ini dancingnya. Sebetulnya, saat dua lagu itu mereka bawakan di lain tempat, rasanya biasa aja. Tapi di aula yang tidak seberapa luasnya, dan dipenuhi keluarga homestay kami di Asakura, rasanya jauh berbeda. Rasanya ada kebanggan menjadi Indonesia, rasa bangga ketika Indonesia bisa dikenal oleh keluarga kami di Jepang, ketika kami bisa belajar banyak dari Jepang dan membawa pulang pengalaman. Katanya, pengalaman adalah guru terbaik, kan?
Akhirnya, tibalah kami untuk menyerahkan album foto dan benar-benar mengucapkan goodbye, sayonara, mata aimashou, domou arigatou gozaimasu pada Okaa san tercinta. Ada salju yang berhamburan di luar, ada juga genangan air mata tertahan di sudut mata kami saat berpamitan dengan Okaa san. Setelah foto bersama yang terakhir dengan beliau, kami mengantar Okaa san ke parkiran, karena kami masih harus melanjutkan persiapan sebelum kembali ke Hakata dan Tokyo.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Homestay ini merupakan bagian dari program JENESYS 7.0 dengan tema Agriculture and Technology, di Tokyo dan Fukuoka.
Tag :
Travelling
0 Komentar untuk "Homestay di Asakura (Part 2)"