Entahlah, pagi ini begitu mengingatkanku pada sesuatu, yang tadi, yang kemarin, dan yang esok. Aku gusar dengan setiap detiknya, mengganggu tidurku tiap malamnya. Bahkan ketika seharusnya aku tersenyum bahagia, ikhlas mengartikan tiap detik dan momen di hidupku, menghiasi penghujung malamku dengan itu. Tapi dada semakin sesak, tak jarang juga mulai terisak. Jenuh, bosan dan galau. Ada sepercik kelam yang terasa panas, aku harus bergerak. HARUS!
(masih ingat) . . . sore itu kibasan angin menyerang jilbab hijau-ku, seiring dengan azam yang makin mengiyakan aku untuk berdiri kokoh saat itu, di pelataran amanah. Amanah yang tak terkira berharganya,pertanggungjawabannya. Kemudian satu per satu fase kulewati, menyemai tawa, menyemai do’a, menyemai pilu, menyemai duka. Aku tertatih, entahlah siapa yang mau tau soal itu. Yang jelas, aku dan dakwah ini paham betul. Bahwa yang ada di hadapan kami ini bukanlah mimpi. Ini nyata dan soal Islam, agama. Ini soal iqomatuddin. Ah, panas hatiku kalau-kalau ingat sederet kata-kata itu. Ini perjuangan, ini tetesan keikhlasan dan pengorbanan. Harus kupahami dan kujalani tanpa sesal.
Aku gentar saat itu, siapa lagi yang mau tau soal itu. Tapi restu sudah kudapatkan, semua penuh dukungan, tapi ini lagi-lagi pilihan. Luar biasa, satu episode aku tegar, lain episode aku rapuh. Mencoba lari dan berlaaaari sekuat tenaga. Tapi Allah telah mengikatku dan menjanjikan kemenangan, bagi orang-orang yang bertekad menegakkan agama ini. Akhirnya aku terima (dengan sesenggukan saat itu). Mencoba tenangkan diri dengan mengangkat suara dan meminta sedikit tausiyah dari murobiku.
Amanah ini berat akhi, ukhti. Semoga kita disini berada dalam keimanan yang baik. Aku sudah sampaikan itu. Merekrut, membina, menjaga dan mengkaryakan ratusan kader. Aku memang tak sendiri. Tapi dengan track recordku saat itu. Aku sungguh tak siap. Lantas, siapa lagi yang mau tau lagi soal itu. Yang ada, ini adalah keputusan qiyadah. Ini adalah keputusan syuro. Dan karena dakwah ini tak mengenal sikap ganda, yang ada hanya satu: TOTALITAS!
Kemudian aku mencobanya, satu per satu puzzle itu kurapihkan. Masalah demi masalah, aku hendak menyelesaikannya dengan baik, sebaik-baiknya. Aku takut, menjadi dzalim atau orang yang bodoh. Qiyadah. Entahlah, aku belum mampu pikirku. Kacau. Hari itu, aku ujian tengah semester irigasi. Tak ada satu pun materi yang masuk. Memejamkan mata begitu sulit, dilema, ragu, ingin melangkah tapi........ ah, entahlah!
Pilihanku kini hanya satu: aku teruskan ini, aku tuntaskan ini, aku kerjakan ini. Semoga berkah! Lalu, waktu itu semakin berlari, kadang tak bersahabat denganku. Banyak fase yang sebetulnya harus aku perbaiki. Jika saja waktu ini bisa kuputar ulang. Aku hanya berharap tiga hal pada diriku: ikhlas, tegar dan tekun. Itu saja, simpel tapi baru berapa jarak yang kutempuh hingga hari ini, namun banyak sekali lubang yang kutinggalkan. Dan kalau boleh aku sampaikan dua harapku juga untuk jundiku: ikhlas, tegar dan tekun. Semoga dua harapan ini bisa bersatu, agar kami, dapat menaiki tangga ini, hingga mendapati akhir yang baik. Karna kami mengawalinya dengan baik pula (insyaAllah). Bismillah....
untuk 5 Desember 2010 lalu.
Tag :
Random
0 Komentar untuk "Ketika ia datang dan aku harus siap!"