Kenapa hey, dik. Kenapa?
Kau sudah tak sanggup lagi bertahan di dalam sana? Bahkan di tempat kau
seharusnya pulang? Fiuhh.
Selepas mereka pergi, sebait kalimat ini muncul di antara detik
perpisahan kami: “Generasi yang baik,
adalah generasi yang mampu melahirkan orang-orang lebih baik dari masa-nya”.
Bagi saya, indikator generasi selanjutnya adalah baik, sangatlah luas. Sebut saja
paling tidak mereka –generasi setelahnya- dapat menyerap baik warisan
mbah-mbahnya, atau mampu melanjutkan estafet perjalanan mbah-nya hingga mereka
ber-regenerasi, atau ketika mereka dihadapkan pada problematika dilematika
galaumatika, alhasil dengan siap mereka melewatinya, atau ketika satu per satu
dedaunan mulai gugur---akan ada pundak yang jauh lebih kuat untuk menopang satu
sama lain.
Yap, mari sejenak mengevaluasi diri. Setahun silam, ada yang
menyerahkan jabatan x pada seorang adik bernama y, dengan tupoksi, draft,
program, aturan, langkah, timeline yang nyaris-nyaris sama. Hanya satu yang
berbeda: KUALITAS. Itulah saya, yang saat itu berdiri dengan perasaan agak
sedikit abu-abu. Antara bahagia, khawatir, dan bingung ketika menyerahkan
tongkat estafet gamais. Tahu betul bagaimana rasanya pressure demi pressure dalam
posisi tersebut. Namun, itulah edukasi yang Allah apresiasikan pada kita, buat
apa lama-lama berproses jika sampai hari ini kita biasa-biasa saja. Ya, sepertinya
kita sedang dilempar jauh lebih tinggi, dik. Tapi yakinlah Allah pasti
menangkap kita :)
Secara bersamaan, saya adalah objek yang diserahkan sesuatu
bernama puskomda. Yang saat itu, entah harus merangkai kata semacam apa untuk
mengatakan: “Tidak, terimakasih”. Hingga
berbuat, menjadi lebih simpel dari kata menolak. Warisan, bagi saya yang newbie
se-newbienewbie-nya adalah prioritas yang harus dipelajari sematang mungkin. Hanya
dalam beberapa hari, sebelum bekerja satu tahun. *sungguh sangat tidak adil. Satu,
dua, tiga bulan berjalan begitu cepatnya. Yup, sangat cepat hingga tanpa sadar
satu per satu “proposal resign” muncul, satu persatu semangat meluntur, satu
persatu ukhuwah memudar. Ada yang kemudian hilang ditelan ZzzZZZzzz, ada yang
menyangka-nyangka hingga kadang membuat saya mengelus dada, ada yang kalem
seperti dandelion, ada yang krikrikik, dan surely, ada yang dengan innocent
mengatakan I’m quit baik secara jahr maupun sirr. Ah, sialnya saya hanyalah
anak kecil yang masih menunggu generasi lalu itu datang dan memberikan support.
Generasi yang singkat sekali saya bicara padanya. Semoga, ini hanya masalah
manajemen SDM yang buruk seorang saya, bukan karena generasi sebelumnya yang
tidak lebih baik dari generasi saya. Atau… mungkin inilah masa jumud, karena
setiap kita memiliki fase bertahan hidup dalam satu amanah. Wallahu ‘alam. “dipikirin pusing, menyalahkan mereka adalah hal yang naif” :D
~hari ini ada di tangan kita. Yang salah bisa diperbaiki,
yang kurang bisa dilengkapi, asal bukan menyerah. Karena jika menyerah, maka
habislah sudah.
Turn On puskomda, whatever they said. masih ada waktu. masih banyak cara. masih ada Allah.
Tag :
Random
0 Komentar untuk "denting bulan ke sembilan"