Aku memanggilnya bencana. kuawali sore itu dengan melangkah ke luar gedung kampus. sepi. yang tersisa hanya beberapa manusia yang mengisi ruang-ruang yang dingin.
tak begitu jauh memang, namun rintik gerimis di sore itu. ribuan penat yang menggelayuti pikiranku. dan gemuruh sesak di dada yang siap meremasku menjadi sampah di jalan ini - jalan yang panjang, terjal, dan sulit - membuat perjalanan sore itu jauh, sangat jauh.
sesekali aku menerawang. sambil ditetesi rintik gerimis yang amat dingin dan hening. apa yang baru saja menyambutku. yang membelokkan semangatku seketika, dan menyulapnya menjadi penat, keluh dan benci. sadar atau tidak, aku benar-benar benci semua ini. aku hanya tampak layaknya seorang anak kecil yang begitu naif. atau bodoh. atau buta. atau idiot. entahlah...........
terdesak keadaan, tertinggal sendirian, tertekan, terdzhalimi atau apapun namanya, sekali lagi, aku benar-benar benci semua ini.
ah, sesekali aku kembali menerawang. namun ada kerlingan kaca-kaca yang menghalangi pandanganku. andai hujan turun saat itu juga, aku pasti sudah menjadi anak kecil yang terisak-isak di tengah jalan. sayangnya tidak. aku tetap melangkah pelan. sendiri. dan jauh.
jalan di hadapanku benar-benar lengang. menyediakan banyak lamunan untuk seorang anak kecil yang sedang kebingungan ini. aku kembali menerawang. aku ingin segera tiba di kamarku. membanting tubuhku dan memecah tangis. biar saja aku teriakan semua kebencian ini.
aku kerap berdo'a: "Yaa Rabb, kuatkan aku. paling tidak hingga tiba di pintu kamarku". yah, meski beberapa kali aku menundukkan pandangan, dan tanpa sadar beberapa tetes itu berhamburan. kucoba menyekanya, sembari wajahku ikut terpercik rintik gerimis.
semakin dekat perjalanan sore itu, semakin aku mengerutkan dahi, semakin aku meluap-luap, semakin aku lelah, dan terinjak.
baiklah, terima kasih kawan, telah menamparku begitu hebat hari ini. kalian memang orang-orang terpilih yang amat cerdas menguji kesabaranku..
tak begitu jauh memang, namun rintik gerimis di sore itu. ribuan penat yang menggelayuti pikiranku. dan gemuruh sesak di dada yang siap meremasku menjadi sampah di jalan ini - jalan yang panjang, terjal, dan sulit - membuat perjalanan sore itu jauh, sangat jauh.
sesekali aku menerawang. sambil ditetesi rintik gerimis yang amat dingin dan hening. apa yang baru saja menyambutku. yang membelokkan semangatku seketika, dan menyulapnya menjadi penat, keluh dan benci. sadar atau tidak, aku benar-benar benci semua ini. aku hanya tampak layaknya seorang anak kecil yang begitu naif. atau bodoh. atau buta. atau idiot. entahlah...........
terdesak keadaan, tertinggal sendirian, tertekan, terdzhalimi atau apapun namanya, sekali lagi, aku benar-benar benci semua ini.
ah, sesekali aku kembali menerawang. namun ada kerlingan kaca-kaca yang menghalangi pandanganku. andai hujan turun saat itu juga, aku pasti sudah menjadi anak kecil yang terisak-isak di tengah jalan. sayangnya tidak. aku tetap melangkah pelan. sendiri. dan jauh.
jalan di hadapanku benar-benar lengang. menyediakan banyak lamunan untuk seorang anak kecil yang sedang kebingungan ini. aku kembali menerawang. aku ingin segera tiba di kamarku. membanting tubuhku dan memecah tangis. biar saja aku teriakan semua kebencian ini.
aku kerap berdo'a: "Yaa Rabb, kuatkan aku. paling tidak hingga tiba di pintu kamarku". yah, meski beberapa kali aku menundukkan pandangan, dan tanpa sadar beberapa tetes itu berhamburan. kucoba menyekanya, sembari wajahku ikut terpercik rintik gerimis.
semakin dekat perjalanan sore itu, semakin aku mengerutkan dahi, semakin aku meluap-luap, semakin aku lelah, dan terinjak.
baiklah, terima kasih kawan, telah menamparku begitu hebat hari ini. kalian memang orang-orang terpilih yang amat cerdas menguji kesabaranku..
Tag :
Random
0 Komentar untuk "THANK'S FRIEND."