Kita saudara? Bohong!!


akhir-akhir ini, saya merasa muda. seperti anak SMA yang gonjang ganjing mau kemana setelah pengumuman SNMPTN-nya tidak lolos. muka lusuh menghadapi segala beban dan tuntutan, masih juga harus mencari jati diri. oh, bukan hanya itu, terlepas dari ini ragu atau fakta, akhir-akhir ini kepala saya penuh dengan pertanyaan penting. pertanyaan yang saya juga masih menghipotesa.
Futur memang bagian dari kehidupan manusia normal, tapi terlalu lama berkawan dengan nya mampu membawa kita pada dimensi alam yang berbeda. overload sudah, selasa... rabu... kamis... jumat... ah, bosan saya menghitung masa-masa jauh dengan kehidupan itu. pun jauh dengan mereka. jauh sekali, sampai kalau kita dibilang saudara, satu lingkaran, satu rumah, bohong! kita hanya tepat berada dalam satu payung dien: Islam. kemana kita di saat yang lain merasa harus bangun dari aspal yang panas, beruraian air matanya karena entah berapa banyak hati yang tersita, mata kuliah yang tertinggalkan, jenuh. hingga akhirnya menyimpulkan bahwa sendiri adalah solusi. iya kah?
Jelas tidak. tapi ketika tidak ada lagi yang senang meminjamkan pundaknya, ber-euforia menghadapi dunia bersama-sama, menikmati malam yang sibuk bersama, lantas pada celah yang mana lagi saya bisa meletakkan sesuatu bernama ukhuwah. kini, ia hanya berbentuk label untuk diboomingkan sebagai kekuatan dalam dakwah. kemana tausiyah-tausiyah yang (dulu) pernah saya dapatkan bahkan ketika putih abu-abu, kemana celoteh tanya yang menghimpunkan segala keluh kita bersama, untuk mengumpulkan kembali semangat-semangat, kemana kita? duh, kata rindu jadi semakin tidak penting bagi saya. apakah benar sendiri adalah solusi? kalau iya, baiklah... toh, ada dan tidak adanya sebagian dari kita, dakwah tetap dakwah. Islam tetap dijanjikan ALLAH untuk menang.
kemudian, saya juga harus bercermin, 'ngaca', dan menyedihi diri sendiri... bahwa mungkin, saya telah menjadi bagian dari egoisme itu. kemana saya ketika saudara saya sedang futur, butuh pundak untuk kuat, butuh telinga untuk ia bicara, mengadukan segala jenuhnya, butuh sebatang cokelat untuk memunculkan se-senti senyumnya... mengapa saya tidak pernah bertanya? meski kita dalam kondisi yang sama. sangat sama. di ujung tanduk. tapi kesimpulannya saat ini adalah, keimanan kita jauh dari baik. tidak ada jembatan yang mampu mengantarkan hati kita. kita terlalu egois memenangkan diri sendiri, agenda sendiri, dan akhirnya... sendiri adalah solusi. huks. well, baiklah... T_T










Tidur aah... rindu semakin ga penting ~_~
21/5, widya puri
Tag : Random
0 Komentar untuk "Kita saudara? Bohong!!"

Back To Top