Pagi ini, Alhamdulillah. tiba di sebuah tanah gersang, berpasir,
cokelat, dingin. di tepian danau yang saya lihat, ada sebuah getek yang
melambai-lambai mengikuti ombak kecil, menghantamkannya pada angin yang
sejuknya bukan main. subhanallah. di lembah berpasir ini juga, ada banyak pohon
mapple - yang saya lupa bahasa indonesianya-. daunnya rimbun, sesekali mengalah
pada angin . terjatuh berserakan pada sebidang tanah lapang. dari akar pohon
tersebut, banyak bermunculan rumput california, ini sungguh alami, namun
percaya atau tidak, desain yang tampak seperti telah direncanakan oleh
arsitektur pertamanan profesional. ditambah aksen bukit-bukit yang membatasi
saya, lembah ini, dengan kota metropolit di baliknya. luar biasa.
pagi ini masih pukul 4.00 waktu setempat. matahari masih harus berjalan
jauh sebelum kenikmatan bulan di hadapan saya hilang. andai saya bawa
termometer higro, mungkin suhunya sekitar 10 derajat celcius. lebih dingin dari
saat saya duduk di ruang invisisus, ked.gigi Unsoed. udara bergerak dengan
sangat lincah, menyebabkan sekujur kulit merinding, meminta saya menggunakan
jaket kulit Polo, shall Osella, dan sarung tangan 10ribu-an di pertigaan Gor
Satria.hehe. hebatnya lagi, kabut disini sangat tebal. orang-orang yang melalui
jalan disini harus setia membawa senter dengan kapasitas baterai 4A. waw.
bahkan saya tak dapat melihat dengan jelas ujung sepatu. lembah ini jadi
mengingatkan saya pada musim dingin greenland. tak ada manusia yang melepas cold-set (sepatu
boot, jaket kulit, sweater, topi musang, headset, sarung tangan, masker, dan
senter) saat itu.
saya percaya bahwa di bulan, neil amstrong dkk mampu mendengar adzan.
karena di lembah terisolir ini, adzan subuh kala itu cukup jelas terdengar.
mengetuk-ngetuk bahu para manusia di sekitar danau untuk segera memenuhi
panggilan itu. lepas adzan, saya begitu 'waw'. kembali tercengang. ternyata,
berjalan sekitar 100 meter dari tepi danau ke utara, ada sebuah mata air yang
-saya rasa- Allah menyediakan ini sebagai keran wudhu. karena, danau ini jauh
dari pemukiman, jauh dari surau apalagi mall. tidak ada yang berkehendak
membangun sesuatu di tempat ini. alasannya sangat eksotis: "kami ini
manusia akhir zaman. sangat merindukan kebesaran Allah secara alami. dan ini
satu-satunya yang mengobati kerinduan kami. jadi, biarkan saja alam bekerja
untuk tempat ini. manusia biar menyesuaikan, meski dibilang primitif. memang
kenapa?". jadi, pada kucuran mata air tersebut, kami
berbondong-bondong mengambil wudhu. membasuh wajah, tangan hingga kaki,
berharap ampunan dan menghaturkan kesyukuran, dengan sesungguh-sungguhnya.
setunduk-tunduknya. kemudian, kami menggelar tikar, sajadah, koran, dan apapun
yang kami bawa -asal tidak menjadi sampah- sebagai alas sholat. dan, sholat
berjamaah pun dimulai. tepat di tepi danau, di bawah rembulan yang masih begitu
silaunya, tamparan angin dan udara yang dingin parah. romantisme inilah yang
membuat otak saya makin syahdu. makin merindu lembah ini, lembah impian untuk tafakkur
alam. entahlah, kapan sesungguhnya saya dapat menemuinya.
erqi, 12.49. malam 7 ramadhan.
Tag :
Random
0 Komentar untuk "Di lembah ini, bacalah dengan menyebut Nama Tuhanmu"